Kaum "Berdiri Depan Pintu"
Aku kemudian mulai berpikir juga kalau kalimat dari para sesepuh kita tentang "jangan berdiri/duduk di pintu bikin susah jodoh" ini bener. Kalau di maknai bukan secara harfiah ya. Ini berhubungan dengan hal yang selalu menjadi keluh kesah para pemuda dan pemudi dalam lingkup sebuah hubungan romantis antara laki-laki dan perempuan pada umumnya. Entah sudah terikat atau tidak, hmm.
Sering banget kan ada istilah "kalo ngga mau masuk, jangan di depan pintu, ngalangin yang lain yang memang uda niat mau masuk" ke orang orang yang lagi ngedeketin tapi tidak berniat mengikat, istilah nya hts (hubungan tanpa status) lah yaa. Orang orang yang suka banget main-main sama perasaan kita, suka banget terus mencoba membuat kita terikat tapi tidak pernah menggunakan bahasa atau tindakan apapun untuk mengikat kita. Ya, ikatan semu. Kenapa bisa? Karena kita bodoh. Kita terpedaya oleh rasa kita sendiri, berharap mungkin dia akan memberikan kejelasan atas status yang mereka sendiri memang tidak berniat ingin buat. Kita nya saja memang yang terlalu berharap, berimajinasi untuk memiliki masa depan bersama orang yang bahkan tidak memiliki bayangan akan bersama kita.
Memang orang-orang seperti itu hidupnya membosankan, makanya selalu mencari hati untuk dipermainkan. Mencari jalan untuk bisa mengisi waktu luang, mencari orang yang akan selalu memberikan perhatian. Siapakah orang-orang itu yang akan memuaskan ego mereka? ya Kita. Kita yang bodoh ini dan buta ini. Sudah sangat dibutakan oleh rasa yang ternyata bukan manis, asin atau pahit, tapi malah tidak berbau, tidak berwarna dan tidak pekat mirip racun.
Ya, kita sering meminum racun, racun yang kita buat sendiri. Kita sering menelan racun, menelan tindakan tindakan basi dari orang-orang yang selalu membuat kita feel small, membuat kita berpikir bahwa kita selalu kurang, selalu merasa "dia ngga mau sama aku, aku kurang apa ya? aku banyak kurangnya si memang, wajar dia ngga mau, wajar sih belum ada kejelasan."
Ok, bagus sih memang, instropeksi untuk menjadi seseorang yang lebih baik, tapi kan yang menjadi masalah kita adalah kita mau menjadi seseorang yang sesuai dengan ekspektasi orang yang kita sukai saja. Agar menjadi seseorang yang diinginkan oleh dia, yang bahkan kita tidak tahu apakah dia akan menoleh ke kita jika kita sudah sesuai dengan yang mereka inginkan. Yang kita tidak tahu apakah hubungan ini akan semakin jelas? atau malah kandas tanpa status yang pantas? Kita tidak tahu. Tidak ada yang tahu, karena memang isi otak orang-orang yang suka menggantungkan perasaan ini memang tidak pernah pasti. Kita sebut saja kaum "Berdiri Depan Pintu" ini memang hanya ingin menikmati hidupnya sesuai dengan mood mereka. Mereka mengabaikan kita yang sama sama punya mood, punya perasaan, punya ego dan punya pikiran (walaupun jarang terpakai).
Terus gimana dong? Sebagai "alumni" dari kebodohan ku atas para kaum ini, aku akhirnya sadar, walaupun tidak cepat, tapi dengan penuh kepercayaan diri aku bakal bilang "Aku worthy, kalau aku diperlakukan kayak gitu lagi, berarti dia yang bermasalah, bukan aku"
Step by step aku bisa sadar gimana sih?
Kita bahas kegalauan nya di awal mula dulu, dimulai dari dengerin lagu-lagu galau. Emang yaa lagu zaman sekarang mendukung banget buat galau, baik dari aransemen, maupun lirik, sudah bisa bikin kita kayak yang paling tersakiti.
Dari semua lagu di playlist ku, kesadaranku disenggol oleh lagu Closure by Pamungkas. Lirik I give up trying, at least for today. Lying is lying, it's never okay. Bend it all you want, lying all you can. I am better off without you, so much better off alone" itu mungkin dipikir akan menjadi motivasi ku sadar akan tindakannya yang tidak jelas itu, ternyata tidak. Aku malah mikir, "yaudah, gimana lagi, memang udah gak bisa lanjut, yasudah aku give up aja". Ini tuh malah mejadikan aku lebih pesimis dan semakin insecure.
Ternyata, yang bikin aku sadar tuh lirik "I feel small again, same old story". Lirik ini tuh sampe aku terus omongin sambil mulai mencerna hal-hal yang aku dapatkan waktu bareng si doi, kaum "Berdiri Depan Pintu" ini. Aku mulai sadar bahwa saat bersama dengannya aku malah ngerasa small terus, insecure terus, merasa kurang terus, tidak pernah cukup dengan diriku sendiri terus. Dan itu yang harusnya menjadi masalah.
Bukankah seharusnya jatuh cinta ini bisa membuat kita sadar bahwa kita spesial?! Membuat kita merasa orang paling bahagia sedunia, merasakan tulus itu gimana. Tapi mungkin seharusnya kalau dicintai balik sih baru bisa merasa seperti itu, kalau cuma bertepuk sebelah tangan ya tetep mengoleksi duka namanya.
So, kesimpulannya bagaimana?
Ya SADAR, cepetan sadar. Kita harus mengusir para kaum ini, jangan sampe mereka terlalu nyaman disana sedangkan kita tersiksa oleh mereka. Kita harus berani bilang "tolong minggir, kalau memang tidak mau masuk, silahkan pergi." Jadi kita bisa beranjak dengan orang baru yang lebih tulus dan benar-benar bisa merasakan kebahagiaan yang tercipta karena sama-sama saling berjuang, mengusahakan dan mempertahankan.
Komentar
Posting Komentar